Brichio.com, SIDOARJO – Organisasi Masyarakat (Ormas) NU menolak keras pendirian negara khilafah di Indonesia maupun seluruh dunia.
Sebab pendirian negara khilafah bakal jadi biang kerok kerusuhan dan kekerasan seperti ISIS. Di mana hal tersebut sangat bertentangan dengan agama dan kemanusiaan.
Penolakan itu tertulis dalam rekomendasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban I. Dibacakan dalam acara Resepsi Satu Abad NU di Gelora Delta Sidoarjo pada Selasa, 7 Februari 2023.
Teks rekomendasi Muktamar dibacakan oleh Mustasyar PBNU, KH Ahmad Mustofa Bisri, dalam bahasa arab. Sedangkan Yenny Wahid membacakan teks terjemahan bahasa Indonesia.
Selain itu, NU juga dengan lantang mendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menciptakan kedamaian di seluruh dunia. Kendati PBB masih memiliki beberapa kekurangan yang harus dibenahi.
Berikut redaksi rekomendasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang dibacakan oleh Gus Mus dan Yenny Wahid:
Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fikih klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat.
Cita-cita pendirian kembali negara khilafah yang dianggap bisa menyatukan umat Islam sedunia, namun dalam hubungan berhadap-hadapan dengan nonmuslim bukanlah hal yang pantas diusahakan dan dijadikan sebagai aspirasi.
Sebagaimana terbukti akhir-akhir ini melalui upaya mendirikan negara ISIS, usaha semacam ini niscaya akan berakhir dalam kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama yang tergambar dalam lima prinsip, menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga, dan menjaga harta.
Dalam kenyataannya, usaha-usaha untuk mendirikan kembali negara khilafah nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok agama tersebut dikarenakan usaha semacam ini akan menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik.
Lebih dari itu, jika pun akhirnya berhasil usaha-usaha ini juga akan menyebabkan runtuhnya sistem negara bangsa serta menyebabkan konflik berbau kekerasan yang akan menimpa sebagian besar wilayah di dunia.
Sejarah menunjukkan, kekacauan karena perang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan penghancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, keluarga dan harta benda.
Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, cara yang paling tepat dan manjur untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia, baik muslim dan nonmuslim serta mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia anak cucu Nabi Adam.
Perserikatan Bangsa-Bangsa berikut piagamnya memanglah tidak sempurna dan harus diakui masih mengandung masalah hingga saat ini.
Namun demikian, piagam PBB itu dimaksudkan sejak awal sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang amat merusak dan praktik-praktik biadab yang mencirikan hubungan internasional sepanjang sejarah manusia.
Karena itu, piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fikih baru guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis.
Daripada bercita-cita dan berusaha untuk menyatupadukan seluruh umat Islam dalam negara tunggal sedunia, yaitu negara khilafah, Nahdlatul Ulama memilih jalan lain, mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru, mengembangkan wacana baru tentang fikih.
Yaitu fikih yang akan dapat mencegah eksploitasi atas identitas, menangkal penyebaran kebencian antar golongan, mendukung solidaritas, dan saling menghargai perbedaan di antara manusia, budaya dan bangsa-bangsa di dunia, serta mendukung lahirnya tatanan dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis, tatanan yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia.
Visi yang seperti inilah yang justru akan mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok syariah.