JEMBER – Bawaslu Jember menuai kritik tajam setelah dianggap memberikan sanksi yang terlalu ringan kepada dua komisioner Panwascam Kecamatan Jelbuk, Nur Hidayat dan Dinda, yang terbukti melanggar kode etik penyelenggara Pemilu.
Keduanya hanya dijatuhi sanksi peringatan, meskipun terbukti terlibat dalam upaya yang diduga mendukung pasangan calon (Paslon) nomor urut 1 dalam Pilkada Jember 2024.
Kasus ini mencuat setelah Paslon nomor urut 2, melalui perwakilannya Rahmad Hidayat, melaporkan dugaan ketidaknetralan sejumlah penyelenggara Pemilu di Kecamatan Jelbuk.
Laporan yang terdaftar dengan nomor 001/Reg/LP/PB/Kab/16.16/X/2024 itu menyoroti dugaan pelanggaran kode etik oleh 15 orang penyelenggara, termasuk anggota Panwascam, PPK, dan PPS di wilayah tersebut.
Namun, hasil pemeriksaan Bawaslu Jember yang diterbitkan pada 10 Oktober 2024 mengecewakan pihak pelapor.
“Dari 15 terlapor, hanya dua orang yang dinyatakan terbukti bersalah, yakni Nur Hidayat dan Dinda, sementara 10 lainnya dinyatakan tidak bersalah,” kata Rahmad Hidayat.
Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas Bawaslu Jember dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas Pemilu.
Rahmad Hidayat menegaskan bahwa bukti-bukti yang diajukan ke Bawaslu Jember seharusnya cukup kuat untuk menjatuhkan sanksi lebih berat kepada para terlapor.
“Ada 10 terlapor yang dinyatakan tidak terbukti, padahal mereka juga anggota grup WhatsApp yang bernama Medan Juang Jelbuk 24 dengan logo banteng. Ini sangat jelas menunjukkan afiliasi politik mereka,” ujar Rahmad.
Menurutnya, kedua komisioner Panwascam Jelbuk, Nur Hidayat dan Dinda, terbukti menjadi admin grup WhatsApp tersebut, yang diduga menjadi sarana untuk mengarahkan para penyelenggara pemilu agar memenangkan Paslon nomor urut 1.
“Yang lebih aneh, dua orang terlapor itu hanya diberi sanksi peringatan, padahal jelas-jelas mereka yang menggerakkan penyelenggara lain melalui grup tersebut,” tambahnya.
Selain itu, Rahmad mengungkapkan bahwa pihaknya juga menyerahkan bukti berupa foto-foto beberapa anggota PPK dan PPS yang berfoto bersama salah satu anggota DPRD dari fraksi PDIP, Candra, sesaat setelah pelantikan dewan.
“Foto tersebut seharusnya menjadi bukti kuat atas dugaan keberpihakan para penyelenggara Pemilu kepada salah satu partai politik,” tandasnya.
Rahmad menganggap, keputusan Bawaslu Jember yang hanya memberikan sanksi peringatan kepada dua pelanggar kode etik ini sebagai tindakan yang tidak adil dan melindungi bawahan mereka.
“Putusan ini sangat tidak adil dan berat sebelah. Jelas-jelas kedua terlapor ini telah melanggar sumpah jabatan mereka sebagai komisioner Panwascam Jelbuk. Mereka seharusnya diberi sanksi pemberhentian tetap karena telah mencoreng integritas Bawaslu Jember,” tegas Rahmad.
Dia juga menyoroti bahwa 10 terlapor lainnya yang dinyatakan tidak terbukti juga memiliki peran dalam grup WhatsApp yang diduga menjadi media untuk memenangkan Paslon 1.
“Ini seperti melindungi bawahan mereka. Bagaimana mungkin mereka yang jelas-jelas terlibat dalam grup tersebut dinyatakan tidak terbukti?” ucapnya dengan nada kecewa.
Merasa tidak puas dengan keputusan Bawaslu Jember, Rahmad telah mengajukan keberatan secara resmi dua hari setelah putusan dikeluarkan.
Namun, hingga saat ini, mereka belum menerima tanggapan dari pihak Bawaslu Jember.
“Kami sudah mengirim surat keberatan ke Bawaslu Jember, tapi belum ada respon. Jika tidak ada tanggapan, kami akan melaporkan kasus ini ke Bawaslu Provinsi Jawa Timur dan DKPP RI,” ungkap Rahmad.
Ia menegaskan bahwa laporan tersebut tidak hanya akan ditujukan kepada Panwascam, PPK, dan PPS Kecamatan Jelbuk, tetapi juga kepada Bawaslu Jember, yang dianggap tidak bersikap adil dalam menangani kasus ini.
“Kami menduga ada keberpihakan dalam keputusan ini, dan itu akan kami laporkan ke DKPP RI,” tutup Rahmad.
Di sisi lain, Ketua Bawaslu Jember, Sanda Aditya Pradana, membenarkan adanya laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik atau netralitas yang dilakukan belasan penyelenggara Pemilu di Kecamatan Jelbuk.
Pihaknya juga telah menjatuhkan punishment kepada Badan Ad Hoc Bawaslu dan KPU Jember setelah melakukan klarifikasi kepada pelapor, saksi-saksi, dan terlapor.
“Hasil dari kami, bahwasanya memang dari badan Ad Hoc yang ada di kecamatan, ada yang kita nyatakan bersalah ataupun kita nyatakan itu melanggar. Kalau dari jajaran kami di Bawaslu Kabupaten Jember, kita sudah menjatuhkan punishment,” pungkas Sanda.