JEMBER – Akademisi Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember, Itok Wicaksono, memberikan pandangannya terkait kontroversi seputar istilah “PKI” yang disebut oleh calon Bupati Jember, Gus Fawait, dalam refleksi Hari Santri Nasional beberapa waktu lalu.
Dosen Ilmu Pemerintahan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmuh Jember itu menyatakan bahwa istilah tersebut bukan dimaksudkan untuk memunculkan konotasi negatif atau menyerang pihak tertentu, melainkan sebagai bentuk penyemangat bagi para santri agar dapat melakukan perubahan yang positif.
Menurut Itok, dalam situasi saat ini, motivasi bagi santri menjadi hal penting demi terciptanya arah perubahan yang lebih baik dibandingkan masa lalu.
Ia menyebut bahwa santri saat ini perlu diarahkan agar memiliki pandangan yang kritis dan tidak mengulangi kesalahan sejarah, termasuk tindakan yang tidak bermoral dalam mencapai tujuan tertentu.
“Dalam konteks ini, santri memang perlu dimotivasi. Motivasi ini untuk mendorong santri menjadi generasi yang lebih baik dari masa lalu. Jadi, pernyataan itu tidak ada masalah,” ujar Itok, Kamis (31/10/2024).
Lebih lanjut, Itok menambahkan bahwa istilah “PKI” yang diucapkan Gus Fawait sebenarnya menggambarkan prinsip moral yang bertentangan dengan praktik yang tidak etis.
“Makna penggunaan istilah PKI pada dasarnya adalah sebagai peringatan bahwa usaha untuk menjegal atau menghalalkan segala cara dalam hal apapun merupakan tindakan tidak bermoral. Dengan demikian, para santri masa kini tidak seharusnya meniru cara tersebut,” paparnya.
Itok pun mengimbau agar masyarakat tidak terburu-buru mengaitkan istilah tersebut dengan tendensi politik tertentu.
Menurutnya, penggunaan istilah ini seharusnya tidak diframing seolah-olah berkaitan dengan salah satu pasangan calon dalam Pilkada Jember 2024.
Menyinggung tentang kedewasaan pemilih, Itok menilai bahwa masyarakat Jember telah cukup cerdas dalam menyikapi isu-isu sensitif seperti PKI.
“Saya yakin masyarakat Jember saat ini sudah cerdas. Isu-isu sensitif seharusnya tidak perlu menjadi fokus utama perhatian kita,” lanjutnya.
Dalam menghadapi Pilkada, Itok mengajak masyarakat Jember untuk lebih memusatkan perhatian pada program kerja yang ditawarkan oleh setiap pasangan calon, khususnya yang berhubungan dengan pemberdayaan santri dan kesejahteraan umat.
Jika dikaitkan dengan refleksi Hari Santri, menurutnya masyarakat dapat fokus pada program-program yang menyangkut kesejahteraan santri, serta memahami perjalanan sejarah santri yang kemudian melahirkan Hari Santri Nasional.
Itok juga menekankan bahwa istilah “PKI” yang digunakan Gus Fawait bukan dimaksudkan untuk tujuan politis.
“Kalau istilah PKI dijadikan stigma dalam konteks Pilkada, maka itu justru menjadi irasional,” ujarnya.
Ia pun berharap agar masyarakat Jember dapat mengedepankan pandangan yang positif dalam memaknai kontestasi politik ini, tanpa terjebak dalam isu sensitif yang justru merusak fokus.
Itok juga mengimbau agar tidak ada pihak yang berlebihan dalam merespons istilah tersebut.
Menurutnya, pilihan politik masyarakat sebaiknya dilandasi oleh program-program yang diusung masing-masing pasangan calon, bukan oleh pengaruh isu-isu yang memprovokasi.
“Masyarakat berhak berpihak kepada pasangan calon manapun tanpa terprovokasi oleh isu PKI. Pilihan politik masyarakat Jember terhadap calon pemimpin harus berlandaskan program yang ditawarkan,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Itok berharap masyarakat Jember tetap fokus pada masa depan daerah mereka dan terus memberikan dukungan positif bagi santri dan generasi muda agar dapat berkontribusi untuk Jember.
“Kita jangan malah disibukkan dengan isu sensitif dan terjebak dalam dukung mendukung personal dan emosional,” pungkasnya.