Cerpen  

Sepotong Roti Diatas Telaga Rindu

Sepotong Roti Diatas Telaga Rindu. (Foto: Pixabay.com)
Sepotong Roti Diatas Telaga Rindu. (Foto: Pixabay.com)

Hai, Bunga. Apa kabar? Ini kali kedua aku menyapamu lewat angin malam. Kali ini, aku akan bercerita padamu tentang Pantai Asmara yang tiba-tiba berubah menjadi Telaga Rindu.

Cisss… Itu hanya basa-basi saja, Bunga. Sebenarnya bukan itu yang ingin aku ceritakan padamu, tapi ini soal sepotong roti yang tak pernah terjamah dan mulai mengeriput termakan waktu.

Roti itu dikirimkan oleh seekor Angsa ke rumahku. Katanya roti itu dibuat oleh seekor Panda asal Negeri Tirai Bambu.

Soal memasak, keahlian Panda ini tak perlu diragukan lagi. Sebab ia sudah ribuan kali menyabet juara dalam berbagai ajang bergengsi lomba memasak. Terakhir ia terpilih sebagai Koki terbaik seantero Negeri Kanguru, mengalahkan masakan Burung Onta yang sempat menjadi legenda.

Sebenarnya roti itu sudah diantarkan sejak 12 tahun yang lalu, Bunga. Namun sampai detik ini, sekali pun aku masih belum pernah menyentuhnya.

Kau tahu kenapa? Karena aku ingin menghadiahkan sepotong roti itu padamu. Jarang-jarang kan kamu dapat kado istimewa seperti sepotong roti buatan Koki ternama ini.

Tadinya aku ingin memberikannya tepat di hari ulang tahunmu yang engkau rayakan di puncak Gunung Fuji 10 tahun silam. Tapi sayangnya, sehari sebelum hari itu tiba, engkau malah menghilang entah ke mana. Bahkan sepucuk surat pun tak ada.

Kau tahu apa yang terjadi setelah kepergianmu, Bunga?

Tujuh purnama aku terkapar di tempat tidur gegara tak mampu menanggung rindu yang mendera. Seperti rindunya malam kepada Gerhana.

Terdengar lebay, bukan? Ya, memang agak alay. Tapi begitulah yang terjadi, Bunga.

Kamu mungkin sedikit skeptis atau bahkan tidak percaya. Silakan saja tanyakan pada Rayap dan Kutu Kasur di bawah bantalku. Barangkali mereka bisa berkisah tentangku yang hancur diremuk rindu. Sebab merekalah saksi bisu atas penderitaanku sepeninggalmu.

Beruntung masih ada seekor Laba-laba hitam yang kebetulan bersarang di dinding rumahku. Ia suka menyanyikan lagu syahdu. Suaranya sangat merdu. Syair lagu yang di dendangkan pun jauh lebih indah daripada setangkai Mawar berduri yang engkau berikan kala itu.

Lagu yang demikian syahdu itu seakan menyeretku ke taman Bidadari. Setidaknya bisa membuatku menjadi lebih tenang dan melupakanmu sejenak.

Oke, kembali kepada sepotong roti. Aku sendiri mulai bingung mau diapakan roti ini. Hiasan Bunga berwarna Ungu cerah yang melingkarinya kini mulai meleleh. Warna hijau daun diatasnya pun juga berlahan mulai kusam.

Aku belum kepikiran untuk menyantapnya, Bunga. Sebab aku masih ingin menikmatinya bersamamu. Ya, bersama bayanganmu juga boleh.

Huh, mana mungkin kita bisa duduk bersama lagi seperti dulu. Kamu kan sudah menjadi seekor Merak Betina yang anggun sedangkan aku malah menjelma seekor Singa Jantan yang sedikit beringas dan tempramen. Mana mungkin selera kita sama?

Apa aku berikan saja sepotong roti ini pada Kelinci putih yang dari tadi mengintip dibalik Jendela, ya?

Ah, rasanya ia juga tidak akan sudi menerimanya, Bunga. Sebab roti itu terlalu manis untuk seekor Kelinci yang lebih suka mengunyah daun Lobak daripada makanan empuk yang dibuat dari adonan cinta bercampur mutiara.

Ayolah, Bunga. Bantu aku menjawab. Mau diapakan sepotong roti yang berisi impian ini?


Buah karya: Zainul Hasan R
Genre: Cerpen
Volume: Part II


Baca juga:

Part I: Pameran Senyum Palsu