Sosial  

Menteri P2MI Sambangi Pekerja Migran di Jember, Berikan Bantuan Kemanusiaan

Menteri P2MI mengunjungi Septa di kediamannya, Jumat (20/12/2024). (Foto: Zainul Hasan)
Menteri P2MI mengunjungi Septa di kediamannya, Jumat (20/12/2024). (Foto: Zainul Hasan)

JEMBER – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengunjungi Septia Kurnia Rini, seorang pekerja migran asal Jember yang kini tinggal di Perumahan Taman Gading, Kelurahan Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates, Jumat (20/12/2024).

Kunjungan ini bertujuan memberikan perhatian khusus kepada pekerja migran yang mengalami kendala akibat keberangkatan tidak prosedural.

“Saya sengaja menengok Mbak Septia karena Kementerian P2MI bertanggung jawab terhadap semua proses, mulai dari sebelum keberangkatan hingga kepulangan. Namun, beliau ini berangkat tidak prosedural, sehingga tanggung jawab agensi atau majikan hampir tidak ada,” ujarnya.

Menurut Abdul Kadir, keberangkatan tidak prosedural menyebabkan pekerja migran kehilangan hak perlindungan, termasuk asuransi kerja.

“Kalau berangkat lewat prosedur yang benar, insyaallah masalah seperti ini bisa kita atasi. Tapi kalau tidak prosedural, kita tidak punya data atau informasi yang memadai untuk membantu,” tegasnya.

Untuk itu, Menteri P2MI mengingatkan masyarakat khususnya di Kabupaten Jember agar tidak tergiur dengan janji-janji manis dari pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Saya mengimbau, kalau mau bekerja, ketahui betul prosedurnya. Jangan sampai tergoda iming-iming online atau janji gaji tinggi yang justru membahayakan nyawa sendiri,” tambahnya.

Untuk mencegah kasus serupa, Abdul Kadir menyatakan bahwa pemerintah akan memperketat regulasi dan memperbanyak sosialisasi di desa-desa serta media sosial.

“Kita harus menegakkan hukum bagi pelaku sindikasi atau individu yang melakukan penyelundupan pekerja migran,” jelasnya.

Menyinggung kondisi kesehatan Septia Kurnia Rini yang diduga menjadi korban malpraktik di Singapura, Abdul Kadir berkomitmen memberikan pendampingan melalui pemerintah daerah.

“Meski secara legal kami sulit membantu karena keberangkatannya tidak prosedural, kami tetap akan mendukung atas dasar kemanusiaan,” pungkasnya.

Diketahui, Septa, panggilan akrabnya, berangkat ke Singapura pada 2021 lalu untuk bekerja menjadi baby sitter atas inisiatif sendiri.

Suaminya bekerja di Jember sebagai wiraswasta, sedangkan anak pertamanya baru masuk SMA, dan anaknya yang kedua masih SD.

Septa menceritakan, penyakit yang dideritanya awalnya hanya bisul atau benjolan di bagian selangkangannya.

“Saya pergi ke klinik, dan klinik juga bilang kalau ini bisul. Tapi gak ada matanya, hanya merah saja,” katanya.

Klinik merekomendasikan, jika bisul di tubuhnya mengeluarkan darah, maka harus dibawa ke hospital.

Beberapa hari berselang, Septa akhirnya pergi ke Sengkang Hospital Singapore untuk memeriksa penyakitnya.

“Dokter Sengkang bilang itu bisul dan harus operasi. Akhirnya saya operasi. Habis operasi saya koma selama 9 hari. Setelah bangun dari koma, tangan dan kaki sudah hitam,” bebernya.

Selama perawatan di Sengkang, Septa mengaku tangan dan kakinya seperti diikat, sehingga seakan-akan seperti orang lumpuh.

“Saya kurang tahu kenapa diikat. Setelah 13 hari di RS, entah kenapa pihak employee minta saya pulang,” ujarnya.

Sekeluarnya dari Sengkang Hospital Singapore, Septa langsung dipulangkan ke Batam dan melanjutkan perawatan di sana.

“Satu minggu lebih di sana, akhirnya saya minta pulang ke Jember, dijembatani Kedutaan Bedar Republik Indonesia (KBRI),” pungkas Septa.

Respon (1)

  1. Hi my family member! I wish to say that this post is amazing, nice written and come with almost all important infos. I’d like to peer extra posts like this .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *