BANGKA BELITUNG – Fatia Nur Azzahra (22), seorang tunadaksa dari Bangka Belitung, berhasil lolos menjadi siswa Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan) RI melalui jalur disabilitas.
Bersama Novita Fajrin, Fatia siap mengikuti pendidikan Bintara Polri tahun 2024.
Fatia menceritakan pengalamannya menghadapi bullying saat SD.
“Saya pernah mengalami bullying karena tidak bisa olahraga voli. Saya hanya bisa nangis dan kasih tahu orang tua,” kenangnya.
Pengalaman ini membuatnya lebih kuat.
Dukungan orang tua sangat berarti bagi Fatia.
“Ayah dan ibu bilang saya istimewa, tidak boleh minder,” ujarnya.
Nasihat ini membentuk mentalnya, membantu dia menghadapi tantangan.
Ayah Fatia juga mengajarinya kemandirian.
“Ayah sering mengajak saya bermain bulu tangkis dan voli. Meskipun tidak hebat, tapi saya bisa bermain,” jelasnya.
Dia mengingat pesan ayahnya, “Merantau akan membuat kamu lebih berkembang.”
Sejak SMA, Fatia merantau ke Jambi untuk kuliah.
“Saya pernah ikut ayah kuliah S2 di Jambi. Alhamdulillah, saya merasa mandiri selama merantau,” tambahnya.
Fatia lulus cumlaude dari UII Fakultas Psikologi dengan IPK 3,56.
Fatia merasa gembira saat mengetahui Polri membuka penerimaan untuk penyandang disabilitas.
“Dari kecil saya ingin jadi polisi, tapi saya sadar diri. Saya cari tahu penerimaan jalur disabilitas di Instagram,” tuturnya.
Awalnya, banyak yang tidak percaya Fatia ingin menjadi polisi.
“Orang-orang tahu saya mau ambil S2, bukan jadi polisi,” katanya.
Namun, tekadnya untuk menjadi polwan tak tergoyahkan.
Rekrutmen ini merupakan langkah inklusif Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Penyandang disabilitas mampu melakukan pekerjaan kepolisian,” kata Irjen Dedi, Asisten Kapolri bidang SDM.
Pada tahun 2023, Polri juga telah merekrut penyandang disabilitas sebagai ASN.
“Dari situ, Pak Kapolri tambah yakin untuk merekrut difabel menjadi anggota Polri,” jelas Dedi.
Fatia adalah contoh nyata semangat dan keberanian.