LAMPUNG – Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri berhasil membongkar kasus perdagangan ilegal benih bening lobster (BBL) sebanyak 100 ribu ekor yang hendak diedarkan ke pasar gelap di wilayah Lampung.
Satu tersangka, berinisial B, telah ditangkap dan ditetapkan sebagai pelaku dalam kasus tersebut.
Kepala Subdirektorat Gakkum Korps Polairud Baharkam Polri, Komisaris Besar Polisi Donny Charles Go, mengungkapkan bahwa kasus ini diungkap pada Sabtu, 12 Oktober 2024, setelah petugas menghentikan kendaraan yang membawa 20 box berisi BBL di Desa Kresno Widodo, Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, Lampung.
“Modus operandi yang digunakan pelaku adalah sistem tertutup, di mana kurir hanya berkomunikasi dengan seseorang berinisial T melalui aplikasi WhatsApp dengan nomor luar negeri,” ujar Charles Go saat memberikan keterangan di Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri, Jakarta Utara, Kamis (17/10/2024).
B, yang ditangkap dalam kasus ini, mengaku bahwa BBL tersebut berasal dari Pacitan, Jawa Timur, dan akan dikirim ke luar negeri.
Benih-benih tersebut dikemas dalam packing basah dan dipindahkan dari satu mobil ke mobil lainnya sesuai instruksi T.
Dari hasil penangkapan ini, polisi menyita barang bukti berupa 100 ribu benih bening lobster, satu unit mobil Daihatsu Blind Van, 20 box sterofoam, dan satu telepon genggam.
Menurut perhitungan polisi, tindakan ini berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara sebesar Rp25 miliar.
“Kalau kita konversikan dengan harga jual di pasar gelap, maka kami dari Ditpolairud telah berhasil mengamankan kerugian negara sebesar Rp25 miliar,” jelas Charles Go.
Atas perbuatannya, B dijerat dengan Pasal 92 jo Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Perikanan, dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
Selain itu, dalam operasi terpisah, polisi juga menangkap seorang pria berinisial Y di Pelabuhan Ketapang, Lampung, karena membawa bahan peledak yang diduga akan digunakan untuk menangkap ikan secara ilegal.
Dari tangan Y, polisi menyita potasium, botol kaca, dan sumbu yang diyakini digunakan untuk membuat bom ikan.
Atas tindakannya, Y dikenakan Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang penguasaan bahan peledak, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.