Berkelit Tak Diundang, Wabup Jember 11 Kali Mangkir Rapat Paripurna

Penandatanganan nota kesepakatan rapat paripurna RAPBD TA 2025. (Foto: Dok/Humas DPRD Jember)
Penandatanganan nota kesepakatan rapat paripurna RAPBD TA 2025. (Foto: Dok/Humas DPRD Jember)

JEMBER — Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto, kembali menjadi sorotan setelah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Jember mengungkap bahwa dirinya telah absen sebanyak 11 kali dari total 13 rapat paripurna sepanjang tahun 2025.

Ketidakhadiran yang berulang itu dinilai mencerminkan sikap yang tidak menghargai lembaga legislatif.

Dalam rapat paripurna Pandangan Akhir terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD 2025, Fraksi PKB menyampaikan kritik keras terhadap absennya Wabup.

Juru bicara Fraksi PKB, Nurhuda Candra Hidayat, menilai ketidakhadiran tersebut bukan hanya bentuk kelalaian, tetapi penghinaan terhadap institusi DPRD.

“Terkesan menyepelekan pembahasan hajat hidup rakyat Jember. Kehadiran Wakil Bupati bukan sekadar formalitas, melainkan kewajiban konstitusional yang mencerminkan komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang akuntabel,” ujarnya di hadapan forum.

Dia menegaskan bahwa ketidakhadiran yang terus terjadi ini mengganggu kerja-kerja strategis daerah, serta mempertanyakan keseriusan Djoko Susanto dalam menjalankan amanah sebagai Wakil Bupati.

“DPRD bukan sekadar stempel, melainkan mitra kerja yang harus dihormati. Jika Wakil Bupati konsisten absen, maka muncul pertanyaan: Sejauh mana keseriusannya dalam menjalankan tugas?” kata Nurhuda.

Dia juga mengajak agar Wabup berhenti terjebak dalam konflik politik yang tidak produktif.

“Kepada Wakil Bupati, kami mengimbau untuk mengakhiri dinamika yang kurang produktif. Mari tunjukkan kedewasaan dalam birokrasi dengan mengubah narasi menjadi kerja nyata,” tambahnya.

Sementara itu, Bupati Jember Muhammad Fawait atau Gus Fawait enggan menanggapi persoalan ketidakhadiran wakilnya.

“Karena ini tuan rumahnya DPRD, tidak bisa berkomentar karena saya juga tamu di sini. Biar ketua DPRD saja sebagai tuan rumah,” ucapnya singkat.

Di tempat yang sama, Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim, turut memberikan keterangan bahwa DPRD pada dasarnya mengundang seluruh unsur kepala daerah, termasuk Wabup.

Namun dalam praktiknya, Wakil Bupati kerap beralasan tidak menerima undangan karena secara administratif hanya Bupati yang disebut.

“Kebiasaan di kami diundang semuanya, Bupati dan Wakil Bupati. Tapi menurut beliau (Wakil Bupati – red) secara administrasi, Bupati yang diundang. Kalau Bupati tidak hadir baru menugaskan Wakil Bupati. Kalau Wakil Bupati tidak bisa hadir baru menugaskan Sekda,” jelas Halim.

Dia pun berharap ada konfirmasi kehadiran dari Wabup untuk menghindari spekulasi publik.

“Minimal kirim surat lah Pak Wabup itu biar terkonfirmasi jelas, karena saksinya banyak,” tambahnya.

Menanggapi tudingan tersebut, Djoko Susanto berkelit bahwa dirinya tidak pernah menerima undangan resmi untuk menghadiri rapat paripurna.

“Berdasarkan penjelasan dari ajudan, tidak ada undangan dimaksud. Kan gitu. Kalau tidak ada undangan, bagaimana saya bisa menghadiri?” ujarnya.

Djoko juga menegaskan bahwa mekanisme komunikasi antarlembaga pemerintahan harus mengikuti prosedur tertulis.

“Urusan pemerintahan itu ya urusan surat menyurat. Kan begitu. Ya, kan?” dalihnya.

Bahkan, terkait pernyataan Ketua DPRD, Djoko menyebut pernyataan itu diambil di luar konteks.

“Konteksnya itu adalah, acara paripurna tidak segera dimulai. Masih menunggu-nunggu, yang tidak sesuai jadwal,” jelasnya.

Djoko juga memberikan pandangannya soal penyebutan pejabat dalam undangan.

“Kalau bupati dan wakil bupati itu kan satu lembaga. Kalau penyebutannya itu kepala daerah, ya cukup kepala daerah. Kan begitu. Kalau penyebutannya bupati, ya mesti dengan wakil bupati dong,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *