Wabup Jember Sering Mangkir Rapat Paripurna, Widarto: Katanya Undangan Cukup ke Bupati 

Widarto dalam rapat paripurna RAPBD TA 2025, Kamis (7/8/2025). (Foto: Dok/Humas DPRD Jember)
Widarto dalam rapat paripurna RAPBD TA 2025, Kamis (7/8/2025). (Foto: Dok/Humas DPRD Jember)

JEMBER – Ketidakhadiran Wakil Bupati Jember dalam sejumlah rapat paripurna menuai perhatian, namun DPRD menegaskan langkah tersebut dilakukan sesuai permintaan pribadi dari Wakil Bupati sendiri.

Wakil Ketua DPRD Jember, Widarto, mengungkapkan bahwa kebijakan tidak mengundang Wabup ke paripurna semata-mata atas permintaan Wabup yang disampaikan dalam pertemuan informal.

“Jadi saya lupa itu Paripurna bulan berapa, tapi suatu saat ada Paripurna dan kita transit di ruang VIP. Saat itu ada pimpinan DPRD dan Forkopimda, beliau bilang, ‘Diundang tapi kok tidak ada materi, kalau begitu lebih baik tidak usah diundang,” katanya, Kamis (7/8/2025).

Menurut Widarto, pihaknya sudah menjelaskan bahwa materi dalam paripurna bersumber dari eksekutif dan urusan internal terkait kehadiran Wabup adalah wewenang Bupati dan Wakil Bupati.

Namun, Wakil Bupati menilai jika tidak ada materi yang menyangkut dirinya, maka kehadiran Wabup dalam paripurna tidak diperlukan.

“Wabup menyampaikan bahwa undangan cukup ke Bupati. Jika Bupati berhalangan, baru bisa didelegasikan ke Wabup atau Sekda,” ungkap Widarto mengutip pernyataan Wabup.

Merujuk pada sikap tersebut, DPRD mengambil keputusan untuk tidak mengundang Wakil Bupati dalam rapat paripurna, agar sesuai dengan permintaan dan penghargaan terhadap batasan fungsi yang diajukan Wabup.

“Kalau beliau menyebut kami salah tafsir, kami mendasarkan pada permintaan beliau sendiri yang disampaikan dengan diksi sangat jelas,” terangnya.

Sorotan tentang mangkirnya Djoko Susanto dalam rapat paripurna mencuat setelah Fraksi PKB memberikan kritik tajam terhadapnya.

Menurut Fraksi PKB, ketidakhadiran Djoko dalam rapat paripurna terkesan menyepelekan hajat hidup masyarakat Jember.

Kehadiran Wakil Bupati bukan sekadar formalitas, melainkan kewajiban konstitusional yang mencerminkan komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang akuntabel.

Fraksi PKB juga menegaskan bahwa ketidakhadiran yang terus terjadi ini mengganggu kerja-kerja strategis daerah, serta mempertanyakan keseriusan Djoko Susanto dalam menjalankan amanah sebagai Wakil Bupati.

“DPRD bukan sekadar stempel, melainkan mitra kerja yang harus dihormati. Jika Wakil Bupati konsisten absen, maka muncul pertanyaan: Sejauh mana keseriusannya dalam menjalankan tugas?” kata Juru bicara Fraksi PKB, Nurhuda Candra Hidayat.

Di sisi lain, Djoko Susanto berkelit bahwa mangkirnya dari rapat paripurna karena dirinya merasa tidak mendapatkan undangan.

“Berdasarkan penjelasan dari ajudan, tidak ada undangan dimaksud. Kan gitu. Kalau tidak ada undangan, bagaimana saya bisa menghadiri?” ujarnya.

Djoko juga menegaskan bahwa mekanisme komunikasi antarlembaga pemerintahan harus mengikuti prosedur tertulis.

“Urusan pemerintahan itu ya urusan surat menyurat. Kan begitu. Ya, kan?” dalihnya.

Bahkan, terkait pernyataan Ketua DPRD, Djoko menyebut pernyataan itu diambil di luar konteks.

“Konteksnya itu adalah, acara paripurna tidak segera dimulai. Masih menunggu-nunggu, yang tidak sesuai jadwal,” jelasnya.

Djoko juga memberikan pandangannya soal penyebutan pejabat dalam undangan.

“Kalau bupati dan wakil bupati itu kan satu lembaga. Kalau penyebutannya itu kepala daerah, ya cukup kepala daerah. Kan begitu. Kalau penyebutannya bupati, ya mesti dengan wakil bupati dong,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *