MALANG – Satresnarkoba Polres Malang berhasil membongkar praktik produksi dan peredaran minuman keras (miras) ilegal jenis arak trobas di Dusun Tunjungsari, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Kasus ini terungkap berkat laporan masyarakat yang disampaikan melalui layanan pengaduan darurat 110, yang kemudian langsung ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian.
Wakapolres Malang Kompol Bayu Halim Nugroho menjelaskan, laporan tersebut masuk dari warga yang mencurigai adanya aktivitas produksi miras ilegal di sebuah rumah warga.
Berdasarkan informasi itu, pihaknya segera mengerahkan tim dari Satsamapta Polres Malang untuk melakukan pengecekan lapangan.
“Kami mendapat pengaduan dari warga melalui layanan 110 terkait dugaan aktivitas produksi miras ilegal. Informasi tersebut langsung kami tindak lanjuti,” ujar Kompol Bayu saat konferensi pers di Mapolres Malang, Kamis (19/6/2025).
Penelusuran di lapangan dilakukan pada Jumat, 13 Juni 2025, dan membuahkan hasil.
Petugas mendapati sebuah rumah yang ternyata digunakan sebagai tempat produksi miras tradisional jenis arak trobas.
Rumah itu diketahui milik seorang pria berinisial YW (56) yang telah menjalankan usaha ilegal tersebut sejak tahun 2024.
“Saat petugas tiba di lokasi, benar ditemukan rumah yang difungsikan sebagai tempat produksi arak tradisional ilegal. Tersangka mengakui sudah memproduksi miras sejak 2024,” jelas Kompol Bayu.
Dalam penggeledahan yang dilakukan oleh tim gabungan, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti yang menunjukkan bahwa produksi dilakukan secara rutin dan dalam jumlah cukup besar.
Di antaranya adalah 17 liter arak jadi, 52 kilogram gula pasir, 1 kilogram ragi, 8 jeriken berisi fermentasi ketan, serta peralatan produksi seperti drum suling, kompor, teko, galon, dan paralon.
“Total barang bukti yang kami amankan cukup banyak dan menunjukkan bahwa produksi dilakukan secara kontinu. Hasil miras ini diedarkan di wilayah Kecamatan Pagelaran,” ungkap Kompol Bayu.
Meski proses hukum terhadap tersangka terus berjalan, YW tidak langsung ditahan oleh penyidik karena alasan kesehatan.
Menurut Kompol Bayu, tersangka diketahui mengidap penyakit diabetes dan gangguan jantung. Untuk itu, penyidik memberlakukan wajib lapor sambil menunggu hasil pertimbangan medis dan permohonan dari pihak keluarga.
“Yang bersangkutan mengidap penyakit diabetes dan gangguan jantung. Penyidik saat ini memberlakukan wajib lapor, sambil menunggu hasil pertimbangan medis dan permohonan dari keluarga,” terangnya.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Satresnarkoba Polres Malang, diketahui bahwa dalam satu kali produksi, tersangka dapat meraup keuntungan hingga Rp1,7 juta.
Proses produksi dilakukan dua kali dalam sebulan, dengan harga jual per botol ukuran 600 mililiter sebesar Rp35.000.
“Miras ini dijual seharga Rp35.000 per botol ukuran 600 ml. Tersangka memproduksi sendiri di rumahnya,” ungkap Kasatresnarkoba Polres Malang, AKP Yussi Purwanto.
Lebih lanjut, pihak kepolisian telah mengirimkan sampel miras hasil produksi tersebut ke Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Surabaya untuk diuji lebih lanjut, serta menunjuk ahli dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang guna memperkuat proses penyidikan.
“Untuk kasusnya ditangani Satresnarkoba Polres Malang,” tambah AKP Yussi.
Atas perbuatannya, YW dijerat dengan berbagai pasal, yakni Pasal 204 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang peredaran barang berbahaya, atau Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 140 juncto Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
“Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara atau denda hingga Rp4 miliar,” pungkas AKP Yussi.
Pengungkapan kasus ini menjadi bukti konkret bahwa layanan pengaduan masyarakat melalui saluran 110 dapat menjadi sarana efektif dalam mendeteksi aktivitas ilegal di masyarakat.
Selain itu, kasus ini juga menunjukkan komitmen Polres Malang dalam memberantas peredaran miras ilegal yang berpotensi membahayakan kesehatan dan ketertiban masyarakat.