Mujahirin, Menceritakan dan Menampakkan Maksiat: Berdosa dan Dapat Pula Berpahala

Ahmad Afandi, M.Pd.I. Dosen Program Studi PGPAUD FKIP, Universitas Jember. (Foto: Istimewa)
Ahmad Afandi, M.Pd.I. Dosen Program Studi PGPAUD FKIP, Universitas Jember. (Foto: Istimewa)

Oleh: Ahmad Afandi, M.Pd.I (*)

Manusia memang diciptakan oleh Allah SWT. dengan berbagai kekurangan dan kelemahan, sehingga bisa dikatakan lumrah apabila seorang manusia akan berbuat kesalahan atau sesekali melakukan perbuatan dosa. Namun terlepas dari itu semua, selayaknya setiap kesalahan dan kekurangan hendaklah memang ditutupi, jangan sampai terendus atau bahkan dilihat oleh orang lain, dirapatkan serahasia mungkin hingga ditebus dengan taubat kepada Allah Swt.

Ironisnya, semakin menjamurnya teknologi digital dan mudahnya bermedia sosial, perbuatan dosa seakan sudah menjadi hal yang sering dibangga-banggakan, bahkan yang dulunya hanya diceritakan lisan ke lisan, sekarang dimuat sedimikian rupa dalam bentuk konten yang menarik kemudian disebarkan ke seluruh pengguna media sosial. Bahkan tidak jarang pula, konten seperti ini menjadi cermin yang begitu dicontoh oleh masyarakat secara luas, terlebih bagi mereka yang masih berusia labil.

Kegiatan seperti ini sudah diperingatkan oleh Allah SWT. di dalam Al-Quran:

إِنَّ ‌ٱلَّذِينَ ‌يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلۡفَٰحِشَةُ فِي ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيم فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ 

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang keji tersebut tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, maka bagi mereka azab yang amat pedih di dunia maupun di akhirat. Dan Allah SWT. maha mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui. (Q.S An-Nur:10).

Kendati asbabunnuzul ayat di atas ditunjukan kepada orang-orang munafik yang menyebarkan kabar fitnah kepada Siti Aisyah RA. di Madinah, namun secara jelas pula ayat ini menerangkan tentang setiap orang yang suka akan menyebarkan terhadap perbuatan buruk (maksiat) tanpa batasan.

Ayat ini menunjukan makna global bagi setiap orang baik itu muslim maupun kafir, baik perbuatan maksiat yang dilakukan oleh orang lain maupun dilakukan pribadi. Semua dicangkupkan dalam makna ‘senang mengumbar perbuatan buruk’ akan dijanjikan azab yang pedih kelak oleh Allah baik di dunia maupun di akhirat.

Adapun gambaran dari bentuk-bentuk dari menyiarkan perbuatan-perbuatan keji adalah menceritakannya kepada orang lain agar mereka mengetahuinya, yang lumrahnya adalah dengan lisan atau bahkan melakukan perbuatan tersebut secara terang-terangan. Sedangkan tujuanya bermacam-macam; agar orang tahu aib dari orang yang diceritakan, atau bahkan ingin berbangga diri dengan perbuatan maksiat yang telah dilakukan.

Rasulullah SAW. memberikan istilah terhadap orang jenis yang kedua istilah Mujahirin atau dalam bentuk mufradnya; Mujahir. Ini diketahui dari hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA.:

عن أَبَي هُرَيْرَةَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا ‌الْمُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ ستره الله، فَيَقُولَ: يَا فُلَانُ، عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ الله عنه.

Dari Abu Hurairah Ia berkata; aku mendengar Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Setiap umatku dimaafkan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa). Dan yang termasuk dari mujahirin adalah seseorang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari, kemudian di waktu pagi ia menceritakan perbuatan tersebut, yang mana ia berkata, “Wahai Fulan, tadi malam aku telah berbuat demikian dan demikian.” Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupi perbuatnya itu, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap perbuatan (dosa) sendiri yang telah Allah tutupi. (HR. Bukhori dan Muslim). 

Mujahirin atau orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa di dalam hadis tersebut, digambarkan oleh Sebagai orang yang menceritakan perbuatan dosanya serta mengingkari terhadap nikmat Allah, yaitu Allah SWT. telah menutupi perbuatan dosa tersebut agar tidak terendus dan diketahui oleh orang lain.

Abi Hamid al Ghozali di dalam Ihya menyatakan:

.لأن من صفات الله ونعمه أنه يظهر الجميل ويستر القبيح ولا يهتك الستر فالإظهار كفران لهذه النعمة

Artinya: Karena sesungguhnya termasuk dari sifat Allah SWT. dan nikmatnya adalah Allah menampakan terhadap keindahan, menutup akan kejelekan, serta tidak membuka akan penutup tersebut. Adapun menampakan (perbuatan buruk) adalah mengkufuri terhadap nikmat ini. (Abu Hamid al Ghozali, Ihya Ulumuddin, juz 4, hal 33).

Melakukan perbuatan keji memang sejatinya akan mendatangkan dosa, akan tetapi dengan menutupi perbuatan tersebut dari orang lain, maka dosa yang akan dicatat akan lebih kecil daripada menceritakannya, pendapat ini dipertegas oleh Ibnu Qayyim al Jauziyah:

والمستخفى بما يرتكبه أقل إثما من المجاهر المستعلن، والكاتم له أقل إثما من المخبر المحدِّث للناس به، فهذا بعيد عن عافية الله تعالى 

Artinya: Adapun orang yang menyembunyikan apa yang telah dia perbuat (dosa), maka dosa baginya lebih sedikit daripada Mujahir yang terang-terangan. Dan orang yang menutupi perbutan dosanya, maka dosanya lebih sedikit daripada orang yang mengabarkan serta menceritakan kepada manusia dengan dosanya itu. Ini akan menyebabkan jauh dari ampunan Allah SWT. (Ibnu Qayyim al Jauziyah, Ighosatul Lahfani fi Mashayidis Syaithan, Juz 2, hal 147).

Dengan menyebar luaskan perbuatan jelek baik diri sendiri maupun yang dilakukan oleh orang lain akan menumbulkan sebuah anggapan buruk dari orang yang mendengarkanya, sehingga hal ini akan mencorengkan cermin dari Islam yaitu saling menjaga dalam keindahan, bahkan di dalam beberapa redaksi menjelaskan, menceritakan aib dari saudara se-Islam sama saja memberikan dagingnya untuk dikonsumsi.

Akan tetapi, terdapat satu keadaan yang bisa legal untuk menceritakan perbuatan buruk tersebut, yaitu sebagai peringatan bagi orang yang mendengarkan agar tidak jatuh kedalam jurang yang sama. 

Keadaan ini dipertegas oleh Imam an Nawawi di dalam kitab Al Adzkarnya:

يَحرمُ على المكلّف أن يحدِّث عبدَ الإِنسان، أو زوجته أو ابنه، أو غلامَه، ونحوَهم بما يُفسدهم به عليه إذا لم يكنْ ما يُحدِّثهم به أمراً بمعروف أو نهياً عن منكر

Artinya: diharamkan bagi seorang mukalaf untuk menceritakan kepada hamba seseorang, istrinya, anaknya, atau semisal mereka akan setiap sesuatu yang dapat merusak mereka atas mukalaf tersebut, jika dengan apa yang diceritakan tidak ada memberikan perintah terhadap perbuatan ma’ruf dan larangan dari perbuatan mungkar. (An-Nawawi, Al-Adzkar, hal 368).

Menampakkan perbuatan dosa secara terang-terangan sejatinya adalah perbuatan yang salah dan mendatangkan dosa bagi pelakukanya, serta dapat mencorengkan nama besar Islam sekaligus pihak yang diceritakan. Bahkan jika sengaja mengumbar perbuatan buruk pribadi terhitung sebagai mengingkari nikmat Allah SWT.

Akan tetapi apabila dengan menceritakan tersebut dapat menjadi tembok pembatas agar orang lain tidak jatuh ke dalam lubang maksiat yang sama, maka dianjurkan. Sebagaimana salah satu pendoman dalam Islam yaitu ‘saling mengingatkan dalam untuk berbuat amal ma’ruf, serta saling melarang dalam perbuatan mungkar’.

*Penulis: Ahmad Afandi, M.Pd.I. Dosen Program Studi PGPAUD FKIP, Universitas Jember (Unej).

*Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab Brichio.com.