Mahasiswa UMM Ciptakan Mesin Penghancur Sampah yang Ubah Limbah Jadi Pupuk Organik

Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Jurusan Tehnik Mesin Fakultas Tehnik UMM saat melakukan program pengabdian masyarakat oleh mahasiswa (PMM).
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Jurusan Tehnik Mesin Fakultas Tehnik UMM saat melakukan program pengabdian masyarakat oleh mahasiswa (PMM).

MALANG – Permasalahan sampah masih menjadi tantangan besar di banyak daerah pedesaan.

Di Dusun Sumberwinong, Kabupaten Jombang, tumpukan sampah organik sering kali diatasi dengan cara dibakar, menimbulkan polusi udara dan risiko kesehatan.

Namun, sebuah terobosan dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melalui program KKN PMM Berdampak kini memberi harapan baru bagi warga setempat.

Kelompok mahasiswa yang tergabung dalam program tersebut berhasil merancang mesin penghancur sampah organik sederhana yang dapat membantu warga mengolah limbah rumah tangga menjadi pupuk kompos bernilai guna.

Pembuatan mesin ini hanya memakan waktu tiga hari, namun manfaatnya diyakini bisa bertahan lama.

Mesin ini dirakit dari ember, dinamo mesin cuci, seng, besi dudukan mata pisau, pipa dan plat besi, dengan sistem kerja menyerupai copper.

Sampah organik yang dimasukkan ke dalam mesin akan dicacah hingga halus, sehingga siap diolah menjadi pupuk.

“Kami membuat desain yang sederhana namun efektif, supaya bisa dioperasikan siapa saja tanpa memerlukan pelatihan teknis rumit,” ujar Rafly, Ketua Kelompok Mahasiswa.

Tak hanya menciptakan mesin, para mahasiswa juga menggelar sosialisasi kepada warga, karang taruna, dan kelompok tani.

Materi yang disampaikan meliputi cara penggunaan dan perawatan mesin, serta pelatihan membuat pupuk kompos dari hasil cacahan sampah.

Proses pembuatan pupuk ini cukup sederhana: sampah organik yang sudah dihancurkan dicampur dengan EM4, molase, dan kotoran ternak, lalu disusun secara berlapis di dalam wadah besar.

Adonan tersebut diaduk secara berkala setiap satu hingga dua minggu untuk menjaga kelembapannya.

Sementara itu, Saji, Kepala Dusun Sumberwinong, menyambut positif inovasi ini.

Ia mengakui bahwa selama bertahun-tahun, membakar sampah menjadi cara paling praktis bagi warga, meski memiliki dampak buruk bagi lingkungan.

“Sekarang masyarakat punya alternatif yang lebih ramah lingkungan. Selain mengurangi polusi, hasilnya juga bisa dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah,”ujarnya.

Tak hanya perangkat desa yang merasakan manfaatnya, kelompok tani setempat juga melihat peluang baru dari inovasi ini.

Rokhimin, Ketua Kelompok Tani, mengungkapkan bahwa pupuk organik hasil olahan mesin ini dapat membantu petani mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.

“Dengan pupuk organik, biaya produksi pertanian bisa ditekan. Bahkan kalau produksi melimpah, kami bisa menjualnya untuk tambahan pendapatan,” tuturnya.

Rafly menambahkan bahwa ide pembuatan mesin ini lahir dari pengamatan langsung terhadap kebiasaan masyarakat.

“Kami melihat pola pengelolaan sampah di desa ini masih konvensional dan berpotensi mencemari lingkungan. Kami ingin memberikan solusi praktis yang bisa dijalankan sendiri oleh warga, bahkan setelah program PMM-KKN selesai,” jelasnya.

Program ini bukan hanya fokus pada teknologi, tetapi juga pada edukasi berkelanjutan.

Dalam setiap sesi sosialisasi, mahasiswa UMM mendorong warga untuk memahami bahwa mengolah sampah bukan sekadar kewajiban lingkungan, melainkan investasi jangka panjang bagi kesehatan dan ekonomi desa.

Edukasi ini disambut baik oleh pemuda karang taruna, yang berkomitmen untuk melanjutkan penggunaan mesin ini dan mengembangkan produk pupuk kompos menjadi usaha lokal.

Menurut Saji, inovasi ini menjadi salah satu langkah konkret dalam mengubah pola pikir warga.

“Awalnya memang butuh waktu untuk membiasakan diri. Tapi setelah melihat manfaatnya secara langsung, banyak warga mulai tertarik mencoba. Ini awal yang baik untuk perubahan besar,” tambahnya.

Ke depan, kelompok tani bersama perangkat desa berencana mengintegrasikan penggunaan mesin ini dengan program pertanian berkelanjutan.

Pupuk organik yang dihasilkan akan digunakan tidak hanya untuk lahan sawah, tetapi juga kebun sayur dan tanaman hias milik warga.

Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan kesuburan tanah tanpa ketergantungan pada bahan kimia yang mahal.

Bagi mahasiswa UMM, keberhasilan ini menjadi bukti bahwa inovasi sederhana dapat membawa perubahan signifikan di tingkat lokal.

Rafly menegaskan bahwa proyek ini bukan sekadar program kerja PMM-KKN, melainkan kontribusi nyata bagi pembangunan desa.

“Kami berharap teknologi ini terus digunakan, dirawat, dan dikembangkan oleh warga. Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil,” pungkasnya.

Dengan hadirnya mesin penghancur sampah organik dan pelatihan pembuatan pupuk kompos, Dusun Sumberwinong kini memiliki senjata baru untuk melawan polusi sekaligus meningkatkan produktivitas pertanian.

Sebuah langkah sederhana yang bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *