Daerah  

Program J-Keren Era Hendy Siswanto Jadi Biang Kerok Krisis Obat di RS Daerah

Direktur RSD dr. Soebandi, I Nyoman Semita. (Foto: Istimewa - ZONA INDONESIA)
Direktur RSD dr. Soebandi, I Nyoman Semita. (Foto: Istimewa - ZONA INDONESIA)

JEMBER – Krisis obat di Rumah Sakit Daerah (RSD) dr. Soebandi Jember kian mengkhawatirkan.

Akar persoalannya mengarah pada program J-Keren (Jaminan Kesehatan Rakyat Jember), kebijakan era Bupati Hendy Siswanto yang kini menimbulkan beban piutang ratusan miliar rupiah bagi rumah sakit.

Program J-Keren pada awalnya digagas untuk menjamin layanan kesehatan gratis bagi seluruh warga Jember.

Namun, skema pembiayaannya yang bersumber dari APBD dan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak berjalan seimbang dengan besarnya biaya layanan yang ditanggung rumah sakit.

Direktur RSD dr. Soebandi, I Nyoman Semita, mengungkapkan bahwa sejak 2022 hingga 2024, piutang dari J-Keren terus membengkak.

“Pada 2022 sekitar Rp35 miliar, 2023 sebesar Rp35 miliar, dan 2024 meningkat menjadi Rp76 miliar. Meski sebagian sudah dibayar, total piutang yang tersisa mencapai sekitar Rp109 miliar,” jelasnya.

Kondisi ini membuat rumah sakit kehilangan kemampuan keuangan untuk menjaga ketersediaan obat dan alat medis.

“Jika obat-obatan tidak tersedia, untuk pasien terutama kasus emergensi, kanker, jantung, stroke, ginjal yang membutuhkan segera adanya, dampaknya bisa sangat fatal. Ini menyangkut kecacatan, ancaman nyawa pasien, dan penanganan di bawah standar yang berisiko hukum bagi tenaga medis,” kata Nyoman.

Saat ini, tunggakan pembayaran obat di RSD dr. Soebandi mencapai lebih dari Rp48 miliar.

Sejumlah rekanan farmasi bahkan menunda pengiriman karena keterlambatan pembayaran yang tak kunjung terselesaikan.

Akibatnya, beberapa layanan sempat terganggu, terutama bagi pasien rujukan dari berbagai rumah sakit tipe C di Jember.

Padahal, sesuai SK Gubernur Jawa Timur tahun 2015, RSD dr. Soebandi merupakan rumah sakit rujukan utama untuk tujuh kabupaten/kota di wilayah tapal kuda.

Jika krisis obat terus berlanjut, Jember berisiko kehilangan reputasi sebagai pusat layanan kesehatan regional.

Meski menanggung beban kebijakan lama, manajemen rumah sakit di bawah kepemimpinan Nyoman berusaha memperbaiki kondisi.

“Pendapatan rumah sakit kini meningkat dari Rp16–18 miliar menjadi Rp26 miliar per bulan,” ungkapnya.

Ia menyebut, peningkatan ini didorong oleh program Universal Health Coverage (UHC) Prioritas dari Bupati Jember Muhammad Fawait yang memastikan masyarakat cukup menunjukkan KTP untuk berobat kelas 3.

Dukungan pemerintah daerah melalui UHC menjadi jalan keluar baru bagi sistem kesehatan Jember yang sempat lumpuh karena kebijakan J-Keren.

“Kami berharap dukungan semua pihak, baik melalui pelunasan piutang, APBD, APBN, hibah, maupun investasi kolaboratif, agar pelayanan kesehatan di Jember semakin bermutu. Semoga Soebandi menjadi modern & green hospital yang mengutamakan kepentingan pasien,” tutup Nyoman.

(Penulis: Tim Redaksi ZONA INDONESIA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *